Selasa, 08 Juli 2014

Kesehatan mental - Penyalahgunaan Identitas Sebagai Polisi


Latar Belakang
Seragam adalah seperangkat pakaian yang biasanya dipakai sehari-hari sebagai penanda sekelompok orang yang bernaung dibawah organisasi tertentu, atau juga instansi tertentu. Seragam juga dapat menunjukkan identitas seseorang, profesi seseorang, misalnya seragam polisi, dokter, dan lain-lain. Dalam beberapa instansi seragam juga bisa menunjukkan pangkat atau jabatan seseorang. Pemakaian seragam di masyarakat memberikan tanggung jawab yang berbeda-beda bagi si pemakai seragam. Tujuan memakai seragam adalah untuk membuat sesuatu yang berbeda menjadi sama. Seperti arti kata seragam itu sendiri yaitu, sama dan sejenis. Dengan “penyeragaman” ini akan menciptakan persamaan, kebersamaan, dan kesetaraan sesama anggota kelompok, organisasi. Dengan terciptanya kebersamaan ini, akan memudahkan kelompok dalam mengorganisir dan menyusun strategi untuk mencapai tujuan atau target organisasi.
Pengguna seragam polisi, itu menandakan orang tersebut berprofesi sebagai polisi, yang tugasnya adalah sebagai alat lembaga Negara yang mempunyai tugas dan tujuan untuk melindungi dan mengayomi masyarakat maupun warga Negara.
Sedangkan untuk mendapatkan seragam membutuhkan waktu yang cukup lama, selain itu juga membutuhkan pengorbanan fisik dan mental. Karena cara mendapatkan seragam yang berbeda itulah, si pemilik seragam sangat menjaga seragam atau statusnya yang dapat ditunjukkan melalui seragam tersebut. Seperti polisi, untuk mendapatkan seragam polisi seseorang taruna harus menempuh pendidikan yang panjang yang melibatkan fisik, kognitif, dan mentalnya.
Namun, pengguna seragam sering sekali disalahgunakan oleh pemiliknya. Penyalahgunaan tersebut biasanya karena si pengguna seragam merasa mempunyai kekuasaan yang lebih dari orang yang tidak menggunakan seragam yang sama. Keangkuhan biasanya biasanya ditunjukkan oleh si pemakai seragam kepada pihak yang lebih lemah, misalnya akademi yang lebih muda atau masyarakat. Pada kenyataannya dalam keseharian yang dapat kita lihat dan yang kita rasakan adalah polisi bagaikan hantu yang sangat menakutkan baik di siang maupun di malam hari. Alat pengayom malah menjadi suatu yang ditakuti masyarakat, bukannya dihormati masyarakat.Makna mengayomi disini maksudnya adalah memberikan contoh, terutama contoh yang baik untuk pemerintah, rakyat, maupun negaranya.
Banyak sekali wewenang polisi yang kita temui di dalam kehidupan sehari-hari.Polisi memang alat pengaman Negara, bersama tentara, polisilah yang bertugas mengawal stabilitas Negara. Tetapi pada hak dan kewajiban polisi tetaplah sebagai warga Negara yang sama seperti warga Negara sipil lainnya. Bedanya hanya diwewenang saja. Sebagai sama-sama manusianya, polisi juga punya salah, punya khilaf, punya dosa, punya ego, punya nafsu akan keduniaan, yang cobaannya lebih banyak dari warga Negara biasa. Wewenang adalah cobaan utama bagi seorang polisi. Seperti pada kasus tertangkapnya seorang public figure yang terkenal di dunia entertain, sebut saja A yang sedang melakukan pesta narkoba di kediamannya bersama teman-teman A.

Landasan Teori
Dalam teori behaviorisme dari John B. Watson (1878-1958) kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional, behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan.Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia.Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberirespon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan. Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya.
Dalam salah satu teori defense mechanism yang dikemukakan Sigmund Freud, yaitu rasionalisme dimana perilaku negatif yang dimunculkan, muncul karena adanya alasan bagi individu yang menjelaskan mengapa perilaku tersebut dapat dimunculkan.Perilaku rasionalisme dilakukan untuk mecari-cari alasan agar perilaku salah yang dilakukan dapat diterima di lingkungan sosial.
Dalam teori perilaku menyimpang menurut Robert M.Z Lawang adalah tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan suatu usaha dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku orang yang menyimpang atau abnormal tersebut.
Dalam teori humanistik oleh Abraham Maslow menunjukkan bahwatingkah laku  individu pada mulanya ditentukan oleh bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya, dan individu bukanlah satu-satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri (self-actualization) atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia.
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal:
  1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang
  2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan psikologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya.
Maslow Berfokus pada individu secara keseluruhan, bukan hanya satu aspek individu, dan menekankan kesehatan daripada sekedar penyakit dan masalah.

Pembahasan
Pengguna seragam sering sekali disalahgunakan oleh pemiliknya. Penyalahgunaan tersebut biasanya karena si pengguna seragam merasa mempunyai kekuasaan yang lebih dari orang yang tidak menggunakan seragam yang sama. Keangkuhan biasanya biasanya ditunjukkan oleh si pemakai seragam kepada pihak yang lebih lemah, misalnya akademi yang lebih muda atau masyarakat. Pada kenyataannya dalam keseharian yang dapat kita lihat dan yang kita rasakan adalah polisi bagaikan hantu yang sangat menakutkan baik di siang maupun di malam hari. Alat pengayom malah menjadi suatu yang ditakuti masyarakat, bukannya dihormati masyarakat.Makna mengayomi disini maksudnya adalah memberikan contoh, terutama contoh yang baik untuk pemerintah, rakyat, maupun negaranya.
Banyak sekali wewenang polisi yang kita temui di dalam kehidupan sehari-hari.Polisi memang alat pengaman Negara, bersama tentara, polisilah yang bertugas mengawal stabilitas Negara. Tetapi pada hak dan kewajiban polisi tetaplah sebagai warga Negara yang sama seperti warga Negara sipil lainnya. Bedanya hanya diwewenang saja. Sebagai sama-sama manusianya, polisi juga punya salah, punya khilaf, punya dosa, punya ego, punya nafsu akan keduniaan, yang cobaannya lebih banyak dari warga Negara biasa. Wewenang adalah cobaan utama bagi seorang polisi. Seperti pada kasus tertangkapnya seorang public figure yang terkenal di dunia entertain, sebut saja A yang sedang melakukan pesta narkoba di kediamannya bersama teman-teman A. Saat itu polisi mendengar isu-isu tersebut dari masyarakat disekitar kediaman A. Karena isu-isu tersebut telah banyak beredar dan telah ada salah satu masyarakat sekitar kediaman A yang telah melaporkan ke pihak kepolisian, maka polisi pun melakukan penggrebekkan di rumah kediaman A. Dan saat itu polisi menemukan sejumlah barang bukti yang menandakan bahwa disana sedang berlangsungnya pesta kecil-kecilan. Dan semua orang yang sedang berada di tempat kejadian dibawa polisi untuk untuk diperiksa kebenarannya. Ternyata A positif menggunakan narkoba dan ia sekaligus menjadi tersangka dalam kasus penggrebekkan tersebut. Tetapi A tetap saja mengelak bahwa ia tidak terlibat dalam kasus yang sedang menimpanya. A dan keluarganya berusaha bagaimanapun caranya agar A tidak dijadikan tersangka, seolah-olah A hanya korban dalam semua peristiwa ini. A melakukan ini karena A tidak ingin karir dan namanya hancur di dunia entertain. Apalagi nama A sedang naik daun di dunia perfilman. Dengan dinyatakan bahwa A adalah tersangka pengguna narkoba, A melakukan penyogokkan terhadap polisi yang telah menangkapnya saat terjadi penggrebekkan tersebut. A menyogok polisi dengan imbalan akan membayar dengan bayaran yang menggiurkan, bahkan melibihi pendapatan polisi yang biasa ia terima perbulanannya. Hal ini tentunya dapat menjadi hal yang menggiurkan apabila bisa terjadi penyogokkan ditempat, namun hal itu tidak akan pernah terjadi jika mereka telah benar-benar menjadi polisi yang sadar, yang sadar akan tugasnya dan tanggung jawabnya. Karena polisi juga manusia yang mempunyai nafsu, nafsu untuk mendapatkan uang yang sangat banyak untuk kelangsungan hidupnya, maka polisi tersebut menerima tawaran yang diberikan oleh A. Akhirnya polisi pun melakukan penyimpangan yaitu dengan memalsukan fakta-fakta yang sebenarnya terjadi dan menjauhkan A dari segala bentuk tuduhan, hukuman, bahkan ancaman penjara.
Perilaku menyimpang yang juga biasa dikenal dengan nama penyimpangan sosial, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan atau kepatutan, baik dalam sudut pandang kemanusian (agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk sosial. Perilaku memnyimpang itu semua bentuk perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial yang ada. Perilaku menyimpang dapat terjadi dimana saja, baik di kelurga maupun di lingkungan masyarakat. Penyimpangan terhadap norma-norma atau nilai-nilai masyarakat disebut deviasi (deviation), sedangkan pelaku atau individu yang melakukan penyimpangan disebut devian (deviant).
  
Analisis Kasus
Perilaku menyimpang menurut Robert M.Z Lawang adalah tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial dan menimbulkan suatu usaha dari pihak berwenang untuk memperbaiki perilaku orang yang menyimpang atau abnormal tersebut. Sama halnya dengan yang dilakukan polisi pada contoh kasus diatas bahwa, polisi melakukan perilaku menyimpang karena telah melakukan tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku seperti menerima sogokkan dan bersedia menjadi pihak yang berwenang yang memberikan keterangan palsu atas kejadian penggrebekkan kasus narkoba tersebut.
Teori humanistik dari Abraham Maslow (1954) menyatakan adanya kebutuhan akan kekuasaan. Kebutuhan ini timbul dan berkembang dalam interaksi sosial. Orang yang mempunyai power needs yang tinggi suka melakukan kontrol, mengendalikan atau memerintah orang lain. Kekuasaan membuat orang merasa paling tinggi diantara orang lain dan itu membuat orang melakukan tindakan seenaknya terhadap orang lain. Teori Maslow juga mnjelaskan bahwa perbedaan individu terletak pada motivasinya, yang tidak selalu stabil sepanjang kehidupan. Lingkungan hidup yang traumatic atau kesehatan yang terganggu dapat menyebabkan individu mundur ke tingkat motivasi yang lebih rendah.  Sama halnya dengan contoh kasus diatas, dijelaskan bahwa A mempunyai kebutuhan akan rasa dipatuhi seperti permintaannya kepada polisi agar tidak memperpanjang kasus yang sedang A alami, yaitu dengan cara menyogok polisi dengan uang sehingga A tidak akan dikenakan hukuman sebagai tersangka. Dengan kekuasaan yang A miliki ia bisa saja bertindak, mengendalikan, dan memerintah orang lain sesuai apa yang ia inginkan.

Kesimpulan
Banyak hal yang dapat melatarbelakangi munculnya perilaku, baik itu dari pengalaman, cara berfikir, maupun dari lingkungan. Keadaan individu yang merasa berkuasa dari orang lain yang dihadapinya juga dapat merubah dan mempengaruhi perilaku. Penggunaan seragam sebagai identitas profesi seseorang dapat membuat rasa percaya diri yang berlebih. Sehingga seragam yang dikenakan membuat dirinya menganggap orang lain lebih rendah darinya.
Jika perilaku orang yang berseragam berbuat tidak sesuat dengan apa yang seharusnya tidak ditindak lanjuti, maka penyalahgunaan seragam kepada masyarakat lemah akan banyak terjadi sehingga menjadi kasus turun-temurun. Sebaiknya ada kebijakan bagi orang yang melanggar norma dan aturan hukum, apalagi bagi penyalahgunaan seragam, agar tidak terjadi lagi penyimpangan berseragam atau penyimpangan sosial. Karena tidak seharusnya polisi sebagai alat lembaga negara yang mempunyai tugas dan tujuan untuk melindungi dan mengayomi masyarakat menyalahgunakan seragam sebagai lambang kekuasan untuk berbuat semena-mena, sehingga melanggar norma-norma hukum yang ada, sebab itu bukanlah tugas dan tujuan sebagai polisi berseragam. Sebagai polisi seharusnya taat menegakkan hukum serta menjalankan hukum agar rakyatnya pun ikut patuh akan peraturan dan norma hukum yang ada, karena salah satu tugas polisi adalah sebagai pengayom masyarakat, pengayom maksudnya memberi contoh yang baik bagi pemerintah, rakyat, serta negaranya.

Daftar Pustaka
Basuki, A.M. Heru. (2008). Psikologi umum. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Riyanti, Dwi. (1998). Psikologi umum 2. Jakarta : Universitas Gunadarma.
Jess, feist. (2010). Psikologi kepribadian. Jakarta : Salemba Humanika.
Sarwono, S. W. (1997). Psikologi sosial : individu & teori-teori psikologi sosial. Jakarta : PT. Balai Pustaka.